Mencontohi Demokrasi Dibawah Kaki Kie Matubu

Diposting oleh On Friday, December 11, 2015

Kebersamaan calon walikota Tikep
TERNATE-Satu dari delapan kabupaten dan kota di provinsi Maluku Utara yang menggelar Pilkada serentak 9 Desember 2015 yang patut dicontohi adalah Pilkada kota Tidore Kepulauan. Kota yang berada persis dibawah kaki gunung Kie Matubu Tidore ini, memberikan contoh kedewasaan politik yang baik. Meski perhitungan sementara masih berlangsung, pasangan Hamid Muhammad dan Abdurrahim Saraha (Harisma) dan Sanbay-Sangaji (Fomarimoi) yang merasa suaranya dibawah langsung memberikan ucapan selamat kepada pasangan Capt. Ali Ibrahim dan Muhammad Senen (Aman).
Bahkan tengah perhitungan cepat di KPU Kota Tidore Kepulauan masih berlangsung, pasangan calon dan tim tiga kandidat berbaur dan saling mengucapkan selamat. Meski menjelang dan saat Pilkada, mereka rival politik, namun usai Pilkada mereka bersatu dan berbaur, saling merangkul diserai ucapan selamat. Saling berbagai, dan saling mendukung demi kemajuan kota Tidore ke depan.
Bagi mereka, Pilkada hanyalah sebuah insrumen, tetapi sesungguhnya perjuangan yang lebih besar ke depan adalah Otonomi Khusus (Otsus) kota Tidore. Ini merupakan bukti bahwa kandidat calon walikota dan wakil walikota Tidore Kepulauan siap menang siap kalah. Saling menerima dan mengakui kekalahan. Dengan demikian, sudah dipastikan Pilkada kota Tidore Kepulauan tak ada gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) maupun upaya hukum lain.
Begitu juga di kabupaten Halmahera Selatan, dari empat pasangan calon bupati dan wakil bupati, pasangan nomor 3, Rusihan Jafar-Benny Parengkuan (Rusihan-Benny) telah mengucapkan selamat atas kemenangan pasangan nomor 1, H. Amin Ahmad dan Jaya Lamusu (Amin-Jaya) sekaligus menyatakan akan bersama membangun Halmahera Selatan.

Lantas bagaimana dengan Pilkada kota Ternate? Ternate yang merupakan barometer demokrasi, ternyata kalah jauh dengan kabupaten dan kota lain di provinsi Maluku Utara, terutama Kota Tidore Kepulauan dan kabupaten Halmahera Selatan. Padahal dari sisi sumber daya manusia (SDM) jauh lebih unggul dari kabupaten dan kota lain di Maluku Utara. Calon walikota Ternate rata-rata memiliki kualifikasi pendidikan S3 (Doktor) yakni, DR. Sujud Sirajudin, MH, DR. Burhan Abdurrahman, MM, DR Sidik Dero Siokona, M.Pd dan DR. Abdurrahman Soleman, MH.
Selain itu, calon walikota Ternate memiliki latar belakang dan profesi yang berbeda. DR. Sujud Sirajudin, MH, politisi dan praktisi hukum, DR. Burhan Abdurrahman, MM dari birokrasi, DR. Sidik Dero Siokona, M.Pd dari akademisi serta DR. Abdurrahman Soleman, akademisi dan praktisi hukum.
Mungkin satu-satunya kandidat calon walikota yang memiliki strata pendidikan paling tinggi di Indonesia. Oleh sebab itu, salah satu anggota Bawaslu RI yang pernah ke Ternate beberapa waktu lalu menyatakan sangat yakin, Pilkada kota Ternate akan tak sampai ke Mahkamah Konstitusi karena calon walikotanya rata-rata doktor.
Faktanya, kematangan dan kedewasaan politik maupun siap menang siap kalah calon walikota Ternate jauh dibawah dibandingkan kabupaten dan kota lain di Maluku Utara. Karena itu, Pilkada Kota Ternate sudah pasti berlanjut ke Mahkamah Konstitusi (MK) maupun upaya hukum lain di luar MK. Sebab Tim Sidik-Jasman saat ini secara terbuka telah ‘menabuh genderang perang’ dan menyatakan menolak hasil Pilkada kota Ternate 9 Desember 2015 akan menempuh upaya hukum melalui MK, dan itu menjadi hak setiap warga negara.
Ada lima hal yang menurut tim Sidik-Jasman sebagai bentuk keprihatinan yang menjadi sorotan yakni, keterlibatan pimpinan SKPD dan PNS sepanjang Pilkada hingga minggu tenang. Distribusi surat undangan pemilih yang salah alamat dan penggunaan undangan untuk mencoblos tak sesuai nama, money politcs dan perhitungan suara  diluar ketentuan yang seharusnya pukul 13:00 WIT, dilakukan pada jam 10:00 WIT.
Disamping indikasi terjadimya intimidasi dan keberpihakan penyelenggara dalam hal ini KPU Kota Ternate terhadap pasangan calon tertentu. Termasuk menyebarkan hasil perhitungan suara ke media melalui SMS dianggap tim Sidik-Jasman adalah sebuah bentuk ketidakprosionalan penyelanggara. Terlepas dari benar tidaknya, indikasi yang dilontarkan tim Sidik-Jasman, upaya menempuh jalur hukum memlalui MK adalah hak setiap orang untuk mendapat kepastian hukum. Bagaimana? (tim)
Next
« Prev Post
Previous
Next Post »